Kisahku Berawal dari Tintin dan Dongeng-dongeng HC Andersen



Tintin menyelipkan humor segar di antara penyelidikannya yang serius sedangkan dongeng-dongeng H.C. Andersen memberikan hiburan dan harapan. 
Buku memiliki keterkaitan kuat dengan perjalanan hidupku. Buku-buku bukan hanya menambah wawasan namun juga membantuku berani terbuka akan sejumlah perbedaan pemikiran dan sejuta kemungkinan.

Sejak batita dan belum bisa membaca aku sudah terbiasa dengan buku. Ayahku pecinta buku dan di rumah ada sejumlah buku dari kisah pewayangan, persahabatan bangsa kulit merah di kisah petualangan Old Shaterhand bersama Winnetou, Tintin dan koleksi Herge juga dongeng-dongeng berilustrasi indah karya Hans Christian Andersen. Juga ada majalah Bobo lama yang memiliki ilustrasi yang tak kalah menawan.

Oleh karena hanya bisa membolak-balik gambar, maka favoritku adalah kisah Tintin, petualangan Yo-Yokko-Susi, dan juga dongeng-dongeng Andersen. Aku suka melihat-lihat gambarnya dan menerka-nerka ceritanya.

Yang menyita perhatianku di Tintin adalah ulah nakal Snowy. Anjing putih ini sempat-sempatnya mencuri ayam panggang utuh saat Tintin mengejar komplotan pemalsu uang hahaha. Ia mengejek gorila raksasa yang ketakutan mendengar salakannya tapi kemudian ia juga terbirit-birit bertemu laba-laba di Rahasia Pulau Hitam. Sedangkan di kisah dua bersaudara Yo dan Susi, ulah si monyet Yokko juga tak kalah usil. Saat terdampar di gunung es dan kemudian terlontar di kapal yang menubruk gunung tersebut, ia kontan menyerbu dapur lalu tidur kekenyangan hehehe.

Kalau untuk dongeng Andersen, aku suka ilustrasi itik buruk rupanya. Itiknya menurutku tidak buruk, malah lucu.menggemaskan. Aku tidak tahu dialog antara ayam betina, kucing dan itik buruk rupa tapi aku suka melihat ketiga hewan tersebut bersama.

Baru ketika dapat membaca dan mampu memahami cerita tersebut, aku menyadari kisah Tintin itu serius dan beberapa di antaranya dilatarbelakangi atau terinspirasi oleh kejadian nyata pada masa itu. Ada perbudakan bangsa kulit hitam dengan dalih akan diajak berangkat naik haji di Hiu-Hiu Laut Merah. Ada cerita propaganda komunis di Tintin di Soviet. Tentang perang candu yang pernah terjadi di Tiongkok juga dikisahkan lewat Lotus Biru. Dan masih banyak hal-hal menarik berkaitan atau terinspirasi dari peristiwa dunia.


Setelah Tintin aku jadi suka membaca majalah Jakarta, Jakarta! yang dulu sajian beritanya baik berita nasional maupun berita mancanegara komplit. Aku membaca perang Teluk, peristiwa pencurian koleksi Museum Gajah, tentang pembubaran Uni Soviet juga tentang ulasan restoran yang menggugah selera. Aku juga membaca Jawa Pos, Surya, dan majalah berbahasa Jawa berjudul Penyebar Semangat. Intinya bacaan yang ada di rumah kulalap habis, termasuk kisah pewayangan dari Leluhur Hastina hingga Prabu Udrayana juga koleksi Karl May.

Dari hal-hal yang kubaca itu aku mengetahui ada berbagai peristiwa dunia yang silih berganti dan berdampak bagi negara-negara lainnya. Ada yang dampaknya kecil seolah tak berefek tapi ada juga yang seperti kartu domino. Setiap perubahan pada satu individu ataupun satu organisme akan berdampak ke individu/organisme dan lingkungannya. Ada yang perubahannya bersifat satu arah ada juga yang bersifat sebab-akibat. Oleh karenanya saya sependapat jika ada nasihat untuk selalu berpikir dan berperilaku positif karena akan berefek di sekelilingnya.

Tintin dan koleksi dongeng HC Andersen juga memiliki rasa berbeda saat kubaca waktu masih anak-anak dan ketika dewasa apalagi ketika aku telah membaca semua koleksinya. Kisah-kisahnya tidak selalu hitam dan putih. Ada sosok yang digambarkan abu-abu, tidak jelas antara dia musuh atau sahabat. Kisah Tintin di Congo juga terasa aroma rasis sehingga sosok Tintin tidak sempurna seperti yang dulu kubayangkan saat masih kecil.


Kisah-kisah Andersen juga tidak semuanya indah seperti layaknya kisah dongeng. Ada yang kurang layak dibaca anak-anak seperti kisah si cupid yang memanah orang yang telah memberinya makan juga kisah berakhir tragis seperti kisah puteri duyung. Rupanya bukan hanya dongeng HC Andersen yang juga menyimpan cerita suram, dongeng original karya Grimm bersaudara juga beberapa di antaranya terasa agak sadis dan suram.

Jika pada masa kepemimpinan Presiden Soeharto buku-buku yang pemikirannya dirasa 'berbahaya' dibungkam dan diberantas, tapi sejak era reformasi apalagi saat ini dimana setiap orang bisa menerbitkan buku sendiri maka setiap orang bebas mengungkapkan gagasan dan pemikirannya lewat buku. Ada sisi plus dan minusnya.

Untuk sisi plusnya maka pada era setiap orang bisa menerbitkan buku sendiri maka mendukung semangat demokrasi dan kita bisa mengetahui ada keberagaman opini di sekeliling. Minusnya jika buku dengan pemikiran negatif dibaca oleh anak-anak yang kadar emosinya belum matang. Sehingga saya rasa setiap buku yang beredar perlu diberi kategori seperti film, apakah masuk buku segala umur, remaja dan dewasa.


Kalau saya sendiri senang-senang saja dengan semakin beragamnya bacaan karena makin banyak pilihan. Adapun jika buku yang dibaca berbeda dengan keyakinan dan pandangan maka bisa membuka diri akan keragaman pemikiran. Toh realitanya dunia juga kaya warna.

*Postingan ini diikutsertakan dalam giveaway Kisah Antara Aku dan Buku yang bisa Kalian ikuti di http://www.jejakharianku.com/2016/10/giveaway-kisah-antara-aku-dan-buku.html?m=1

Komentar

  1. Terimakasih sudah mengikuti GA Kisah Antara Aku dan Buku. Nantikan pengumuman pemenangnya di tanggal 15 Nopember 2016.


    Salam,

    Izzah Annisa

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer