Adaptasi Buku Supernova: Ksatria, Putri, & Bintang Jatuh yang Gagal

Aku masih ingat perasaanku ketika kali pertama menuntaskan buku Supernova: Ksatria, Putri, & Bintang Jatuh karya Dewi Lestari. Waktu itu kakakku yang membelikanku. Ceritanya agak aneh dengan tokoh utama yang juga tak biasa, tapi sungguh menarik. Oleh karenanya aku sangat antusias ketika buku ini diadaptasi ke layar lebar. 

Cerita dalam buku pertama Supernova ini berpusat pada dua dunia. Yang pertama adalah pasangan gay, Reuben dan Dimas. Dan yang kedua adalah cinta segi empat antara Diva, Ferre, Rana, dan Arwin. 

Reuben dan Dimas berencana membuat cerita tentang sosok yang abu-abu. Sosok ini berkaitan dengan karakter lainnya yang mereka sebut putri dan kesatria. Tak terduga ceritanya ini ada nyata di tempat lain dan bisa berkomunikasi dengan mereka. Tokoh tersebut adalah Diva. 

Sementara Diva asyik dengan kegiatan sebagai model dan pekerjaan sambilannya sebagai perempuan penghibur kelas atas, di tempat lain ada Rana dan Ferre yang bertemu di sebuah wawancara dan saling jatuh cinta. Mereka kemudian menjalani hubungan cinta terlarang, meski Rana sudah bersuamikan Arwin. 

Dulu buku ini menarik karena memuat hal-hal seputar sains. Terasa unik. Demikian juga dengan penggambaran sosok Diva yang menarik, ia cantik, ia model terkenal juga perempuan penghibur kelas atas. Sosoknya abu-abu, dibenci juga bisa dicintai. 

Nah sayangnya adaptasinya dalam film terasa gagal. Tidak ada sama sekali unsur science fiction dan fantasinya. Alih-alih film yang menyodorkan sebuah jalinan cerita yang menarik, film ini jadi hanya semacam roman picisan, hanya tentang perselingkuhan, hubungan sesama jenis, dengan dialog yang janggal dan kaku karena dialog dalam buku dibawa mentah-mentah dalam film. 

Herjunot Ali sebagai Ferre, tidak nampak sebagai sosok eksekutif muda yang kharismatik dan misterius.Raline Shah sebagai Rana juga sekadar cantik, tidak seperti gambaran wartawan yang gigih. 

Pemeran lainnya seperti Arifin Putra, Hamish Daud, dan Fedi Nuril juga tidak menonjol. Peran mereka seperti ada dan tiada. Dan yang lebih parah adalah Paula Verhoeven sebagai Diva. Sebenarnya sebagai Diva, fisik Paula sudah pas. Sayangnya aktingnya kaku dan ia tak nampak misterius, licik, dan cerdik seperti Diva. Alhasil filmnya begitu datar dan membosankan. 

Yang bisa diapresiasi dalam film ini adalah setting-nya dan visualnya. Seperti film-film Soraya Intercine Films lainnya, film yang dibesut Rizal Mantovani ini nampak mewah dengan visual yang memanjakan mata. 

Ya gara-gara gagal di film pertama, maka kans akan adanya sekuel film ini makin susah. Akan lebih baik seandainya film ini dibuat versi animasi saja atau di-reboot dengan daftar pemeran yang lebih pas. 

Skor: 4/10


Komentar

Postingan Populer