Kisah Shauzia di Kota Lumpur dalam Parvarna 3: Kota Lumpur

 

Dinding-dinding dan jalanan di tempat pengungsian itu terbuat dari lumpur.  Warnanya abu-abu kecokelatan. Kusam, seperti gambaran kehidupan di dalamnya. Dinding ini menyerap panas seperti pemanggang, namun penghuninya tetap berjejalan di dalamnya. Hanya Shauzia yang tak tahan dan ingin segera mencapai laut demi menuju Prancis, bersama anjingnya, Jasper. Kini sosok Shauzia menjadi tokoh cerita buku ketiga Deborah Ellis dalam buku berjudul Parvarna 3: Kota Lumpur. Buku ini merupakan penutup dari trilogi Parvarna. 

Omong-omong aku baru ngeh jika buku pertama Parvarna ini adalah The Breadwinner yang telah dibuat versi animasinya. Animasi yang masuk sebagai nominasi Oscar beberapa tahun silam. 

Animasi tersebut begitu indah dan mengharukan, tentang seorang anak perempuan bernama Parvarna yang terpaksa memotong rambut dan menyamar sebagai anak laki-laki agar bisa menghidupi keluarganya. 

Ayahnya mengalami disabilitas fisik setelah disiksa pengikut Taliban. Sementara saudaranya begitu banyak. Para perempuan sendiri dilarang bekerja. Jika ketahuan keluar rumah atau bekerja maka mereka akan disiksa. 

Aku sedih selama menonton animasi tersebut. Rupanya animasi dan novel ini terinspirasi dari kisah nyata yang ditemukan Deborah Ellis selama kunjungannya ke Afghanistan. 

Parvarna 3: Kota Lumpur ini adalah buku ketiga dari Deborah Ellis tentang perempuan Afghanistan semasa Taliban berkuasa hingga serangan 11 September 2001 yang kemudian memicu serangan Amerika Serikat ke Afghanistan. Tokoh utama dalam cerita ini tak lagi Parvarna, melainkan Shauzia, sahabatnya, yang muncul di buku pertama Parvarna. 

Sama seperti sosok Parvarna, Shauzia juga terpaksa menyamar sebagai laki-laki selama di dunia luar. Ia juga perempuan yang tabah dan pekerja keras. Dalam cerita ini Shauzia bertekad menuju Prancis. Untuk itu ia keluar dari kamp dan kemudian menjalani kehidupan keras sebagai anak jalanan. Ia tidur di tempat terbuka di mana saja, bekerja serabutan hingga menjadi pemulung. Akankah impiannya itu tercapai? 

Sebuah cerita yang membuatku terharu akan sosok remaja perempuan yang bertekad melakukan apa saja untuk bertahan hidup dengan anjingnya, Jasper.  Ia pun melakukan pekerjaan dan kehidupan yang sangat keras dan penuh derita, tanpa banyak keluh kesah. 

Dalam cerita ini pembaca bisa melihat bagaimana tak adilnya situasi bagi perempuan pada masa itu dan di tempat tersebut. Perempuan hidup dalam ketakutan dan penuh ketidakpastian. Seorang yang dulunya sarjana pun terpaksa jadi pengemis demi untuk menghidupi keluarganya. 

Ceritanya sungguh menyayat namun membumi, tentang bagaimana perang membuat negara kacau balau. Apalagi ketika Taliban berkuasa. Para perempuan makin tertindas. Sosok Shauzia juga digambarkan tak sempurna. Ia rapuh dan emosinya tak stabil, sama seperti remaja pada umumnya. 

Deborah Ellis membuat cerita yang realistis. Ia tak berupaya memberi bunga-bunga pada karakter tokoh dan plotnya.  Semuanya terasa apa adanya. Alhasil pembaca akan merasa was-was dan kemudian menangis melihat derita perempuan di Afghanistan. Setelah membaca, mataku terasa basah. 

Sebuah novel yang indah tentang seorang perempuan yang begitu tabah dan gigih memperjuangkan kemerdekaan bagi dirinya. 

Detail Buku:

Judul Buku Parvarna: Kota Lumpur

Penulis: Deborah Ellis

Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia

Tebal: 140 halaman

Tahun Rilis: 2011


Komentar

Postingan Populer