Ulasan Novel Gadis Kretek, Sejarah Kretek, dan Rencana Adaptasinya ke Webseries



"Minoemlah selalu... Kretek Merdeka!

Djika Toean dan Njonja merasa tjapek sepoelang bekerja, dan ingin merasakan kesegaran di seloeroeh fikiran, d jangan ragoe oentoek meminoem KRETEK MERDEKA!"


Baris iklan yang akan ditayangkan oleh koran lokal Jogjakarta ini dibuat oleh Idroes Moeria dengan hati-hati. Ia ingin rokok kreteknya bisa diterima oleh masyarakat Jogjakarta. Syukur-syukur bisa sampai Solo. Jangan hanya jago kandang di kota M. Tapi tak lama muncul iklan serupa, iklan kretek Proklamasi yang diproduksi eks sahabat dan rival beratnya, Soedjagad. 

Cerita dari novel Gadis Kretek karya Ratih Kumala ini memang memiliki dua garis waktu. Garis waktu utama adalah masa kini, ketika Soeraja sakit keras dan menyebut nama Jeng Yah, yang membuat istrinya cemburu dan ketiga anaknya kebingungan. Si Romo ingin berjumpa dengan Jeng Yah sehingga ketiga anaknya, Lebas, Karim, dan Tegar kemudian sibuk mencarinya di Kudus dan sekitarnya. 

Garis waktu kedua yakni persaingan ketat antara Idroes Moeria dan Soedjagad yang diawali dari persaingan merebutkan Roemaisa. Hingga kemudian Roemaisa melahirkan Dasiyah alias Jeng Yah, persaingan tersebut terus bergulir. 

Dua garis waktu tersebut memiliki missing link. Lebas dan kedua kakaknya diburu oleh waktu untuk menemukan Jeng Yah dan menemukan tali penghubung cerita tersebut. 


Sebuah Cerita yang Hangat

Setelah dua hari membaca, akhirnya saya berhasil menamatkan novel setebal 274 halaman ini. Saya memang menyukai novel-novel yang dibalut dengan sejarah dan kaya dengan data hasil riset. 

Ceritanya sebenarnya sederhana dan tergolong ringan. Temanya tentang hubungan keluarga, persaingan, dan sebuah perjalanan yang merekatkan hubungan ketiga bersaudara yang awalnya renggang. Kretek sendiri adalah bumbu dan perekat cerita ini yang sebenarnya malah lebih menarik karena Ratih menyampaikan pengetahuannya tentang kretek dengan lincah dan mengalir. 

Hubungan  yang renggang antara ketiga bersaudara dan perjalanan yang berupaya menyatukan ketiganya sebenarnya banyak dijumpai di cerita dan film. Cerita tentang tiga bersaudara yang kurang akur ini mengingatkan saya pada The Darjeeling Limited yang kebetulan baru saya tonton belakangan ini. Sedangkan upaya penelusuran sejarah keluarga, membuat saya teringat novel Madre karya Dewi Lestari 

Jika hanya berfokus pada garis waktu masa kini, memang ceritanya terasa biasa saja. Untunglah Ratih Kumala juga menyampaikannya lewat sudut pandang Idroes dan keturunannya. Di sinilah menurut saya bagian cerita yang menarik dan kuat. 

Pembaca diajak berkelana ke masa lalu, pada masa penjajahan Belanda berganti penjajahan Jepang dan ketika Indonesia baru merdeka. Ada tokoh bernama Idroes yang dengan penuh tekad ingin memiliki pabrik rokok. Pembaca diajak berkenalan dengan rokok dengan campuran tembakau dan cengkeh, yang dulu rupanya digunakan untuk obat asma. 

Rokok juga memiliki perkembangan dan jenis berbeda, dari klembak menyan, rokok klobot, dan rokok kretek. Dengan piawai, Ratih menjelaskan perbedaannya. Bagian yang saya sukai ketika ia mulai bercerita tentang saus untuk rokok kretek. Saus ini semacam rasa dan aroma yang ditambahkan ke dalam campuran tembakau dan cengkeh. Aromanya bisa beragam, ada yang seperti daun jeruk, jambu, dan lainnya. Meski saya bukan perokok dan tak suka bau rokok, saya seolah-olah bisa merasai seperti apa aroma rokok kretek yang dibuat Idroes dan Jeng Yah. 

Ilustrasi bungkus rokok yang ditambahkan dalam buku ini turut mendukung cerita ini. Ilustrasi ini karya Iksana Banu. Gambar bungkus rokok ini mengingatkan saya pada rokok-rokok yang pernah diproduksi usaha rokok kecil di Jawa Timur. 


Rencana Adaptasi oleh Netflix

Tahun lalu Netflix mengumumkan akan mengadaptasi cerita ini dalam bentuk webseries. Dian Sastro terpilih sebagai Jeng Yah. Pemeran tiga bersaudara adalah Arya Saloka (Lebas), Winky Wiryawan (Tegar), dan Dimas Aditya (Karim). 

Pemeran Soeraja dan istrinya ada dua. Pada era lawas, ada Ario Bayu dan Sheila Dara. Sedangkan pada era masa kini diperankan Pritt Timothy dan Tutie Kirana. Para pemeran lainnya ada Putri Marino, Ibnu Jamil, Ine Febriyanti, Rukman Rosadi, Verdi Soelaiman, Nungki Kusumastuti, dan Tissa Biani. 

Melihat nama-nama pemainnya, webseries ini nampak menjanjikan karena ada banyak nama populer. Saya jadi teringat, daam buku ini tokoh Lebas yang seorang sutradara film, dikisahkan ingin membuat film bergengsi yang diperankan bintang seperti Nicholas Saputra dan Dian Sastro. 

Webseries ini disutradarai oleh pasangan suami istri Kamila Andini dan Ifa Isfansyah, serta diproduksi BASE Entertainment dan Foucolours Films. 

Belum ada tanggal persis penayangannya. Yang pasti dirilis tahun ini. Video trailer-nya pun belum ada, baru poster film dengan tampilan jadul, bahasa Indonesia ejaan lama, dan warna minimalis dominan sepia dan merah. 

Hayo siapa yang sudah tak sabar untuk menyaksikannya?! 


Gambar poster milik BASE Entertainment, gambar lainnya dokpri





Komentar

Postingan Populer